Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Surat Kabar Umum Bidik Kasus

Perwakilan Jambi Edi S
CV Bikas. Diberdayakan oleh Blogger.

edi s

selamat datang di blog BIKAS Jambi By Edi S

Batang Asai

Merambung Indah tempat wisata yang romantis bagi wisatawan

Kamis, 17 Maret 2011

Di duga Kades Tangkit Jadikan”PRONA”Ladang Pungli



Muaro Jambi
Program nasional revitalisasi lahan perkebunan dan perkarangan masyarakat (penerbitan sertipikat hak milik) yang dicanangkan pemerintah,sebenarnya layak kita berikan afresiasi,karena bisa membantu secara langsung kepada masyarakat yang selama ini banyak mempunyai lahan tetapi tidak mempunyai sertifikat,karena biaya pembuatannya mahal.
Di Desa Tangkit Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi, kecipratan program sertifikat prona sebanyak lebih kurang 200 persil yang telah terlaksana pada Tahun 2010 ini, dan sertifikat tersebut sudah diberikan ketangan masyarakat yang telah terdata sesuai juklak dan juknis.
ZAKARIA selaku kepala Desa ternyata tindak tanduknya ternyata tidak mencerminkan jiwa seorang pemimpin yang diharapkan masyarakat, Kades tersebut telah menciptakan ladang pungli yang sangat subur dalam hal pembuatan sertifikat prona, bersama kroni-kroninya beliau memanen hasil yang besar dari ladang haram tersebut tanpa hambatan apapun.
Masyarakat diwajibkan membayar uang tebusan sertifikat prona sebesar Rp.1.700.000,- yang mana uang tersebut bisa dibayar secara cicil melalui kaki tangan kepercayaannya menjelang sertifikat terbit,,,Ironis memang.
        Masyarakat yang ditemui Wartawa dilapangan menyampaikan, kalau permasalahan tersebut benar terjadi, tapi memang kami masyarakat tidak tahu kalau pembuatan sertifikat tersebut gratis, kami selaku masyarakat yang memang ingin mempunyai sertifikat hak milik terpaksa harus bayar, karena kalau tidak ikut aturan yang diterapkan Kades, kita tidak dimasukkan dalam daftar.
Adapun yang mendata langsung ke masyarakat adalah orang-orang kepercayaan kades,seperti ketua RT dan masyrakat yang punya pengaruh di Desa Tangkit,kalau begitu berarti kades kami tersebut tidak mempunyai hati nurani dan akal yang sehat pak.,,tutur masyarakat tangkit dengan nada kecewa.
Ketika dikonfirmasi, ZAKARIA Kades Tangkit membantah kalau dia memungut uang pembuatan sertifikat prona tersebut lebih dari satu juta,,memang ada pemungutan tapi hanya Rp 1000,000,- itupun sebahagian untuk biaya surat-menyurat untuk syarat bisa diterbitkannya sertifikat sesuai ketentuan juga untuk pejabat-pejabat dari BPN, kilah ZAKARIA dengan enteng. 
Pernyataan tersebut sengat bertentangan dengan kaki-tangannya yang sebulumnya telah di konfirmasi Wartawan dirumah nya.masing-masing Ws dan Gi,dengan blak-blakan mereka membeberkan tentang masalah pembuatan sertifikat prona di Desa Tangkit,dan merekapun sempat memberikan bukti nama-nama masyarakat yang telah mendapat sertifikat dan telah lunas membayar tebusannya.
Kami hanya menjalankan tugas yang diberikan kades pada kami,kalau tentang pungutan uang tersebut kami memang tidak tahu kalau itu adalah pungli,kalau kami tahu gratis untuk apa kami mau menjalankan perintah yang tidak benar,memang kami dapat jatah dari pak kades,tapi dia bilang ini hanya sebagai uang jasa.tegas Ws dan Gi dengan raut wajah kecewa pada kades tangkit Zakaria.
Saat Wartawan konfirmasi ke Pertanahan Muara Jambi, beberapa hari yang lalau tidak menemukan KAKAN nya hanya bias bertemu dengan staf nya, saja dia juga tidak bias banyak memeberikan keterangan karena itu bukan wewenang saya ungkapnya, tapi kalau untuk prona di kabupaten Muara  jambi memang ada sebanyak 250 persel namun saya tidak tau tempatnya di mana, dan kalau untuk program Redisnya saya juga tidak tau karna masih menunggu keputusan pusat.
Masyarakat tangkit berharap kepada pihak terkait agar mengambil tindakan tegas dalam masalah ini,karena kalau dibiarkan berarti mereka ada main mata,dan bukan tidak mungkin kades akan terus mencekik masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat.

Rabu, 16 Maret 2011

Pemukiman Penduduk Terancam Hilang


Akibat Abrasi DAS Batang Tembesi
SAROLANGUN– Pemukiman penduduk di Desa Mandi Angin Tuo Kecamatan Mandi Angin terancam hilang karena tanah di sekitar lokasi terus tergerus aliran Sungai Batang Tembesi sehingga tanah yang menjadi tempat berdirinya bangunan longsor. Hal ini diungkapkan Kepala Desa Mandi Angin Tuo Herman Hidayat kepada sejumlah wartawan, kemarin (22/2).

Ia mengatakan sejak beberapa tahun belakangan ini, abrasi sudah mengakibatkan tanah dengan bibir sungai Batang Tembesi hanya berjarak sekitar tiga meter sehingga di khawatirkan akan membuat ratusan rumah yang berdiri mengalami longsor.

“Kalau tanah yang menjadi tempat berdirinya longsor sudah pasti akan membuat ratusan penduduk kami kehilangan tempat tinggal, dan bukan tidak mungkin akan menimbulkan korban jiwa,”kata Kades.

Herman menerangkan, saat ini ratusan Kepala Keluarga yang bermukim di sepanjang aliran sungai tersebut merasa cemas tinggal di dalam rumah saat arus sungai sedang tinggi.

“Apalagi jika pada malam hari saat terjadi hujan deras, banyak warga yang tidak tidur untuk mengantisipasi jangan sampai menjadi korban longsor,”tandasnya.

Menurutnya, sebenarnya hal itu sudah terus mereka usulkan melalui musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) kecamatan hingga tingkat kabupaten, namun hingga saat ini belum ada respon serius dari Pemerintah Kabupaten Sarolangun.

“Ini sudah sejak jaman Kades sebelumnya, bahkan sebelumnya sudah tim dari dinas Pekerjaan Umum yang meninjau lokasi. Tapi kenyataan mereka hanya foto lokasi, tapi hingga saat ini tidak ada realisasi untuk mengatasinya,”timpal Sekdes Mandi Angin Tuo, Sri.

Menyikapi kondisi tersebut dia mendesak Pemerintah Kabupaten Sarolangun untuk segera membangun bangunan yang bisa mencegah hal pengikisan sehingga pemukiman tersebut terus terjaga.

Kepala Seksi Pemerintahan Mandi Angin, Joni Saragih membenarkan adanya pengusulan pembangunan turap sepanjang 1000 meter untuk mencegah abrasi sejak 2010. “Namun kami tidak tahu kapan akan di realisasikan, bahkan tahun ini juga kegiatan pembangunan itu sudah kami ajukan kembali,”katanya.

Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum Edy Suranto yang coba di konfirmasi di kantornya belum berhasil di temu

Tahura, Sk Bupati dan Perizinan Pemda di duga menyalahi aturan



Muara Jambi-Penetapan status kawasan hutan di Indonesia diatur berdasarkan Tata
Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1992. TGHK mengatur status dan fungsi
kawasan hutan negara, diantaranya kawasan hutan untuk konservasi, yakni taman
nasional, cagar Biosfer, dan suaka margasatwa. Kawasan hutan untuk produksi,
yang dikenal sebagai Hutan Produksi (HP), seperti kawasan HP dan HP Terbatas.
Selanjutnya suatu kawasan hutan untuk fungsi lindung yaitu hutan lindung, hutan
lindung gambut, Taman Hutan Raya (Tahura) serta Areal Pemanfaatan Lain  (APL).

    Justru kesepakatan ini masih berlaku sampai sekarang. Namun negara dapat
memberikan kewenangan kepada gubernur untuk turut menetapkan kawasan hutan untuk

fungsi lindung dalam rencana tata ruang wilayahnya (tata ruang wilayah
propinsi).
Kawasan hutan negara dengan fungsi konservasi, lindung dan HP.  Pengelolaan dan
pemanfaatannya diatur pemerintah pusat berdasarkan UU No.41 tahun 1999 tentang
kehutanan. Sedangkan APL kewenangan pengaturannya diserahkan kepada pemda (baik
propinsi dan kabupaten).

Hal ini, selain diatur dalam UU No.41 tahun 1999 juga diatur dalam UU No.22
tahun 2002, jo UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang kemudian
direvisi menjadi UU No.38 tahun 2007 tentang pembagian kewenangan pemerintahan
antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah/walikota.
UU No.41 tentang kehutanan, juga mengatur mengenai prosedur pengajuan alih
fungsi lahan dari HP menjadi APL oleh pemda melalui pemerintah provinsi ke
Menteri Kehutanan. Tentu saja melalui kriteria, syarat dan prosedur yang benar.
Tanpa kelengkapan dan prosedur yang ditetapkan maka tidak akan pernah ada alih
fungsi lahan di dalam kawasan hutan negara.

Namun pada prakteknya, justru di Propinsi Jambi masih ditemukan berbagai
pelanggaran. Diantaranya kasus perijinan lahan untuk Kelompok Tani Jasa Indah
(KTJI) yang diterbitkan SK Bupati Batanghari No.593/0179/Bpem tertanggal 20
Januari 2006 di kawasan hutan Tahura Sultan Thaha Syaifuddin, Tahura Senami.
Bahkan saat ini, kasus yang sedang hangat dibicarakan yaitu kasus pembukaan
lahan untuk warga transmigrasi oleh Pemda Muaro Jambi di lokasi kawasan hutan
Tahura di Desa Sungai Aur, Kumpeh Ulu belum lama ini.
Pada kasus ijin KTJI, ketuanya M. Qosim. Dari hasil kajian Dinas Kehutanan
Propinsi Jambi bersama Dinas Kehutanan Batanghari 2007 lalu. Lahan seluas 75
hektar tersebut diduga berada di dalam kawasan Tahura Senami. Padahal hingga
saat ini belum ada permohonan tentang alih fungsi kawasan Tahura Senami menjadi
APL.

Patut diduga terjadi pelanggaran hukum, saat proses penerbitan ijinnya. Begitu
juga kasus yang terjadi di Tahura Sungai Aur, Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi..

Berdasarkan UU Pemda diatas, kewenangan untuk menetapkan lokasi yang akan
dijadikan sebagai lokasi transmigrasi ada di pemda.

Dengan kata lain, lokasi transmigrasi tersebut hanya bisa ditetapkan berdasarkan



SK Bupati. Atas dasar ketetapan dari pemda maka baru bisa dilakukan pengerjaan
kawasan, baik berupa land clearing maupun pembangunan pemukiman dan lahan
produksi di areal tersebut. Dengan demikian, patut diduga ini telah terjadi
pelanggaran hukum dalam proses perijinan kawasan transmigrasi itu.

Melihat perbandingan kedua kasus diatas, dijelaskan terdapat banyak sekali
kerawanan dalam proses perijinan pembukaan lahan di sekitar kawasan hutan
negara, termasuk Tahura. Perijinan yang salah tersebut, secara hukum tidak saja
merupakan kesalahan administrasi. Akan tetapi dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran pidana dan korupsi. Karena diduga pemda telah menerbitkan ijin di
dalam kawasan hutan negara yang bukan diluar kewenangannya.

Dikatakan korupsi karena pemda diduga telah menyalahgunakan kewenangannya untuk
menerbitkan perijinan secara tidak sah. Hal ini diatur dalam UU No.31 tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Selanjutnya apabila terbukti para
pihak dapat dijerat pidana sebagai pelaku perambahan dan pembalakan liar
(illegal logging). Sebab telah melakukan penebangan kayu dan sekaligus menguasai
kawasan hutan negara tanpa ijin yang sah sesuai dengan UU No. 41 tahun 1999,

SALURAN AIR DARI PT AGROWIYANA, "RENDAM 70 HEKTAR LAHAN SAWAH PERTANIAN


Sarolangun, Masyarakat Desa Cermin Nan Gedang Kabupaten Sarolangun keluhkan keberadaan sebuah Perusahaan yang beroprasi di bidang persawitan diKecamatan kami selama 2 Tahun ini ,  dikarenakan perusahaan tersebut akhir-akhir ini sangat mengganggu kestabilitas ekonomi yang ada, salah satunya adalah sumber ekonomi yang sangat patal yaitu sebuah lahan pertanian persawahan yang Notaben nya sebagai salah satu tumpuan ekonomi bagi masyarakat kecamatan kami.
menurut keterangan dari salah satu  masyarakat kecamatan lubuk resam pada Bikas pada waktu lalu menuturkan, memang keberadaan salah Satu PT Agrowiyana yang beroperasi di desa kami sangat mengganggu pasal nya dari keberadaan salah satu PT tersebut telah merugikan masyarakat selama 2 (Dua) berturut-turut , sebelum perusahaan itu masuk ke Desa kami semua masyarakat tidak pernah terganggu apalagi masalah pertanian namun dengan masuknya PT Agrowiyana semua masyarakat merasa resah, dari banyak kerugian dari masyarakat tersebut salah satunya yang sangat mengganggu kami adalah saluran air dari PT tersebut yang telah menggangu lahan pertanian kami, sehingga dari beberapa hasil panen sawah kami selalu gagal akibat terendam air yang menguap dari saluran air PT Agrowiyana.
masih menurut keterangan warga kerugian yang diderita oleh masyarakat ini tidak pernah digubris oleh PT dan juga dari pihak pemerintah seakan-akan tidak mau tahu dengan permasalahan ini padahal banyak dari masyarakat yang menyampaikan permasalahan ini ke pihak Perusahaan maupun ke pihak Pemerintah namun sampai saat ini tidak ada satu jawabanpun dari pihak yang terkait yang  mau memperetanggung jawabkan dengan keluhan masyarakat kami, namun menurut dia kami dari warga kecamatan cermin nanGedang sangat berharap sekali kepada pemerintah agar dapat membantu dalam mengatasi permasalahan yang diderita masyarakat.
di tempat terpisah Kades Lubuk resam Evi juga ikut berbicara soal PT tersebut beliau membenarkan bahwa ada 70 hektar sawah yang terendam selama 2 tahu berturut-turut, sehingga dalam kurun waktu 2 (dua ) tahun ini masyarakat mengalami gagal panen , yang mengakibatkan merosotnya perekonomian di Desa kami ungkapnya, dan masih menurut keterangan Kades, dalam hal ini masyarakat sudah pernah menyurati permasalahan ini secara resmi kepada pihak Perusahaan maupun Pihak Pemerintah baik melalui Dinas yang terkait dengan persoalan ini sehinga surat dari masyarakat telah disampaikan langsung ke Bapak Bupati Sarolangun Namun sampai saat ini belum ada tanggapan, baik dari pihak Perusahaan maupun Pihak Pemerintah dan dia meminta kepada pers agar dapat mengkonfirmasikan masalah ini baik melalui PT langsung maupun Pemerintah agar secepatnya bisa menyelesaikan permasalahan masyarakat tersebut sehingga nantinya tidak menjadi konflin dikemudian hari, ungkapnya kepada wartawan pada waktu lalu,
Saat kami menghubungi Pihak Perusahaan sangat disayangkan karena kami belum bisa bertemu langsung dengan penanggung jawab PT Agrowiyana namun kami kionfirmasi ke pihak Pemerintah melalui Kadis Pertanian Kab, Sarolangu Ir Ir Hardiono Pada waktu lalu melalui sms via ponsel, beliau mengatakan sangat menyesalkan karna seharusnya Perusahaan membuat saluran pembuangan air nya tidak ke sawah Warga yang masih Produktif, mereka hyarus memperbaiki sampai sawah bisa berfunsi kembali, memang diakui oleh kadis petani sangat dirugikan apalagi saat harga beras yang merangkak naik,Tinggi.saat ditanya apa tangapan untuk kedepannya dalam mengatasi persoalan ini, beliau menjawab tanya pak Bupati saya Kadis pertanian yang sawah petaninya jadi korban, soal limbah dan perkebunan bukan tugas saya unkapnya melalui sms via ponsel

Pejabat Belum Lapor Harta Kekayaan


Husein : “SK Bupati Dicueki, Surat KPK Lemah”
Sarolangun – Para pejabat dilingkungan pemerintah Kabupaten Sarolangun yang wajib menyerahkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai program untuk mengetahui harta kekayaan pejabat negara dan perkembangannya selama menduduki jabatan.
Kepala Bidang Administrasi dan Pembinaan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Sarolangun Drs Husein Fahlevie kepada wartawan mengatakan penyerahan laporan harta kekayaan negara yang ditetapkan diberlakukan bagi pejabat yang menduduki strategis dan potensial dalam kaitan dengan keuangan.
“Mengacu surat keputusan Bupati Sarolangun nomor 293 tahun 2008, mereka yang wajib menyerahkan LHKPN diantaranya bupati, wakil bupati, sekretaris daerah, kepala dinas, kepala badan, pimpinan badan usaha milik daerah, bendahara pengelola keuangan di tiap SKPD dan juga anggota DPRD harus menyerahkan LHKPN ke KPK, semua pejabat tersebut terdapat 88 orang,”katanya baru-baru ini.
Namun demikian, lanjutnya, hingga saat ini belum ada satupun dari 88 orang pejabat tersebut yang menyerahkan LHKPN, padahal permintaan penyerahan LHKPN itu sesuai permintaan langsung dari KPK kepada Pemkab Sarolangun mengacu surat nomor B.1137/01/V/2008 yang ditandatangani Direktur Pencegahan KPK M Samsa Ardi Sasmita.
”Tidak hanya pejabat, bahkan Bupati pun tidak menyerahkan laporan harta kekayaannya,”katanya tanpa menjelaskan bupati mana yang di maksud, apakah itu mantan Bupati Sarolanggun Drs H Hasan Basri Agus yang saat ini telah menjabat sebagai gubernur, atau itu bupati yang menjabat saat ini yakni Drs H Cek Endra.
Disinggung tentang sangsi bagi pejabat yang tidak menyerahkan LHKPN tersebut, dia mengaku tidak mengetahui secara pasti, sebab dalam surat yang disampaikan ke Pemkab Sarolangun KPK tidak menjelaskan secara dasar hukum yang kuat tentang sangsi yang akan diberikan bagi pejabat yang tidak menyerahkan laporan harta kekayaan masing-masing.
“Dalam surat yang kami terima tidak di jelaskan dasar hukum terkait penyerahaan harta kekayaan, yang ada dalam surat tersebut hanya untuk menindaklanjuti kunjungan kerja pejabat KPK ke Provinsi Jambi maka mereka meminta agar seluruh pejabat pemerintah daerah di Jambi, termasuk Sarolangun diminta menyerahkan harta kekayaan. Mungkin karena surat dari KPK lemah, seluruh pejabat enggan menindaklanjuti surat yang telah kami sampaikan ke pejabat tersebut,”tandasnya.
Hal lain yang membuat pihaknya kesulitan untuk memenuhi permintaan KPK agar seluruh pejabat di Sarolangun bisa segera menyerahkan laporan harta kekayaannya akibat tidak adanya petunjuk lanjutan dari KPK terkait langkah apa yang harus mereka lakukan guna mendesak pejabat bersangkutan.
“Padahal Surat keputusan Bupati tentang penentuan pejabat yang wajib menyerahkan laporan harta kekayaan ini sudah kami kirimkan ke KPK,karena tidak ada petunjuk lanjutan maka kami kesulitan untuk menindaklanjuti keinginan KPK”ujarnya

HET MINYAK TANAH Rp 4000 DI KAB,SAROLANGUN


Sarolangun – Harga eceran tertinggi (HET) minyak tanah bersubsidi tingkalan pangkalan di Kabupaten Sarolangun ditetapkan  Rp4000 perliter. Hal itu dikatakan Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten Sarolangun M Asnawi kepada Wartawan,Rabu (2/2).
 Ia mengatakan, sebenarnya HET tertinggi yangditetapkan PT Pertamina untuk wilayah penyaluran bumi sepucuk adat serumpun pseko yakni Rp 3800. Namun setelah diadakan rapat antar asosiasi dan diketahui Disperindagkop,  pemilik pangkalan se kabupaten sepakat menetapkan kenaikan Rp200 per liter untuk harga jual ke masyarakat.
“Ini dengan pertimbangan biaya transportasi, biaya makan dan kebutuhan lain yang dikeluarkan pihak pangkalan sebelum penyaluran ke masyarakat, makanya pihak pangkalan menaikkan harga jual minyak tanah bersubsidi ke pada masyarakat,”katanya.
Ia berharap pengelola pangkalan yang ada di daerah melaksanakan komitmen penentuan HET yang ditetapkanb bersama dan memprioriotaskan pembelian minyak tanah bersubsidi kepada masyarakat rumah tangga sehingga distribusi minyak tanah tidak menimbulkan gejolak seperti  sulitnya masyarakat rumah tangga membeli minyak tanah, kalaupun ada harga jualnya sangat tinggi dibanding harga di pangkalan.
“Ini harus dilakukan agar pasokan minyak tanah ke masyarakat tidak terganggu, apalagi minyak tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi,”katanya.
Meski demikian Disperindagkop mengakui tidak bisa memberikan sangsi apapun jika ada pengelola pangkalan yang melakukan penyimpangan distribusi, seperti mengutamakan penjualan di luar kebutuhan rumah tangga sehingga berdampak munculnya keresahan pengguna minyak tanah dikalangan rumah tangga.
“Ini karena izin penerbitan pangkalan tidak lagi melalui kami, tapi melalui perizinan satu atap. Selain itu banyak pengelola pangkalan justru lebih taku dengan agen tempat mereka mendapatkan pasokan minyak tanah daripada dengan kami,”tandasnya.
Hingga saat ini jumlah pangkalan minyak tanah di Kabupaten Sarolang 26 pangkalan, diantaranya empat pangkalan Kecamatan Mandiangin, 2 di Pauh, 2 di Singkut, , 3 di Pelawan, 1 pangkalan di Batang Asai dan Cermin Nan Gedang, sementara sisanya tersebar di Kecamatan Sarolangun.
“Untuk pasokan minyak tanah bersubsidi perbulan sejak pertengahan 2009 mengalami penurunan dari pertamina , dari 500 ribu liter perbulan menjadi 400 ribu liter perbulan,”tandasnya.
 

Laman

Pengikut